aku
pikir ini masih pagi, sebab ini masih belum di atas jam 12. Yah…saatnya menulis
yang ku pikir monoton. *mungkin/. Suara-suara di sekitarku mulai berkolaborasi.
Kalau aku seorang musisi mungkin aku bisa memadukannya menjadi sebuah music
classic , atau mungkin music Jass, atau bahkan Rock and Roll. Ku pikir Linkin
Park itu musician yang paling keren. *kupikir/.
Suara-suara
itu tak lain hanya teriakan anak-anak di luar kost ku. Berlari kesana-kemari.
Suara roda sepeda yang berlaju dengan dasyatnya. Yah..anak-anak bagai berlomba
di area balapan. Siapa menang dia yang traktir. Tapi ku lihat bukan itu
kenyataannya. Mereka mengendarai sepeda balapannya hanya di seputaran rumah
kost ku. Sesekali aku dan teman sekamarku mengintipi mereka dari belakang
jendela hitam. Yup! Aku pikir dengan kaca hitam tak akan mereka temukan kami
bahwa sedang mengamati apa yang mereka
lakukan tepat di halaman kost kami.
Ada di antara mereka anak laki-laki
mengemudi sepedanya dengan berboncengan, ada yang menaiki pagar rumah, salah
satunya seorang anak perempuan yang sedikit tomboy menggeser-geser pagar
tersebut. mereka ada berlima atau berenam yah. Tunggu aku hitung dulu.
$#@^*&,,,,,,,hem! Mereka ada lima orang. Salah satu di antaranya seorang
anak perempuan yang ku sebut tomboy tadi. Keliatannya dia bersama abangnya.
Teriakan masing-masing di antara mereka seakan berhasil mencapai kemenangan di
akhir balapan. Atau bahkan berusaha mendaki gunung tertinggi alias mendaki
pagar yang tingginya sekitar satu setengah meter. Hem..aku pikir itu terlalu
terjang bagi mereka bila menuruninya kembali. Dan ku sarankan bagi
masing-masing mereka menggunakan alat pengaman.
Suara ribut
itu semakin lama semakin BUAARR di pendengaranku. Mungkin terlalu bising, atau
karena anak perempuan yang ada disana sedang memukul pagar yang terbuat dari
baja itu sehingga volumenya menigkat 99,99 %. Atau karena aku yang membutuhkan
konsentrasi belajar, karena ujian akan segera menyantapku. Yah,,ujian
Statistika ini membuatku grogi. Tak kalah groginya ketika aku jatuh dari tangga
dulu dan di tertawakan oleh senior-seniorku sendiri. Oh..itu merupakan kenangan
terburuk dalam hidupku. Karena seperkiraanku, ketika aku jatuh dari tangga, aku
mendengar suara robekan di sekitarku. Dan aku pikir itu adalah robekan rokku.
Oh MY GOD! Untungnya robekan hanya diseputaran rok paling bawah. Aku harap
ketika mereka melihatku kembali, mudah-mudahan mereka tidak mengingat peristiwa
September itu. fiuh…!
Kembali
ke laptop! Mendengar anak-anak kecil yang berlari kesana-kemari ku pikir aku
punya ide. Aku masih memerhatikan mereka dari balik jendela hitam. kapanbelajarnya?/.
karena penasaran apa yang mereka kerjakan, pandanganku
masih saja tertuju ke arah mereka. Sewaktu-waktu mereka akan mengutak-atik
mesin penjalan air keran itu lagi. Yupss!! benar sekali!. Kemaren sore baru
kejadian kalau air keran kami tidak berfungsi. Sore sebelumnya aku masih ingat
bahwa seperti biasanya anak-anak itu bermain di depan halaman kost. Aku
memandangi mereka saja tanpa menyadari bahwa mereka telah sukses menjadi
seorang engineer. Dengan gagahnya
mereka telah mengutak-atik mesin keran di luar rumah sehingga menyebabkan air
tidak mengalir ke keran air di dapur, bahkan di kamar mandi. Di saat Adzan
magrib mulai berkumandang, baru terpikir olehku bahwa keteledoranku membiarkan
mereka di luar sana. Oh tidak! Air di kamar mandi satupun tak ada alias kering.
Kamipun kebingungan bagaimana hendak berwudu’. Kami mulai menghemat air yang
tinggal setetes lagi. Fiuh..! *malangnyanasibanakkost/. Yang dulunya air bisa dilahap
dalam 6 gayung dalam sekali wudu’, kini harus di hemat menjadi 2 gayung dalam
sekali wudu’. Aduh, kasihan. Bersabarlah jika yang ingin b*k*r. Opss!!
Masih
memandangi mereka, si anak-anak kecil. Sungguh monoton rasanya bila kalian
berada di posisiku. Memperhatikan orang berjam-jam. Tetapi ku pikir ini adalah
keahlianku. Yah..sanggup memperhatikan orang-orang berjam-jam dari atas sampai
bawah. Entahlah, aku tak tau ini kelebihan atau kekurangan. Karena keasyikan, tak
ada salahnya aku mengabadikan kelakuan lugu mereka. Di kala aku ingin kembali
ke masa kanak-kanak, aku cukup melihatnya di Samsung kuno ini.
Oh!!
Seakan tersentak dari lamunan, sambil melirik kearah jam *maksudku jam hape/. Berhubung sang anak kost tidak
memiliki biaya untuk membeli jam yang seharga 25.000 rupiah “saja”. Aku pikir
dengan berjualan di pasar pagi, berkoar-koar sebagai penjual sayur ku rasa
cukup menafkahi diri sendiri ketimbang mengemis-ngemis kepada ayah dan ibu. Itu
suatu kebodohan yang amat memalukan bagiku bila meminta 1 x sebulan. Apalagi
bila mendengar kalimat begini “satu kali
dua minggu”. Sungguh suatu keborosan. Sangad!!
Sampai
dimana tadi yah?
Jepret…jepret….jepret…bunyi jadul hape yang amat norak. Jauh lebih norak ketimbang jika aku memakai
lipstick merah dan memakai blas-on pinky-pinky.
Hem..menulis kata “blass-on” saja mungkin salah. Tadi sudah ku coba mencari
kata tersebut di kamus, Alfalink,
KBBI, atau bahkan di KBBB (Kamus Besar Bahasa Batak) tapi tetap saja tidak ku
jumpai. HUH..! daripada membahas “blass-on” lebih baik kembali ke topik.
Sebenarnya aku juga ga ingat topik apa yang hendak ku angkat ini, sebab dari
tadi aku bercerita, dan 1 x 2menit itu ku gunakan untuk berlehai-lehai ke
pembahasan lain. Untung saja aku tidak mengungkit “Capuccino rasa Cabe”. Kita
bisa membahas itu di entri yang lain.
Salah
seorang dari anak tersebut menyadari bahwa terdengar suara jadul dari balik
layar hitam. Dia penasaran, dan mulai mendekati jendela ini, aku mulai grogi, deg! Deg!..deg!deg!..deg!deg!...jantung
ini kembali membalap sekencang Valentino
Rossi. Diapun mengepalkan kedua tangannya dan menempelkan wajahnya ke
jendela hitam. Iya..iya..aku tau dia tidak bisa melihatku dengan mata telanjang
sehingga harus lebih detail seperti itu. huh! Seperti Detektif Conan aja. Sedetik setelah ia melakukan penyelidikan Ala
Conan, tiba-tiba ia terkejut sambil meloncat. Dia menyadari aku ada di depannya
yang dibatasi oleh jendela kaca hitam. Aku heran kenapa ekspresinya seperti
itu. padahal aku tidak sedang memakai “masker tebal” atau baru bangun sehingga
rambutku kembang seperti rambut singa. Lantas kenapa ia begitu kaget ketika
yang di lihatnya adalah aku. Jangan katakan aku mirip Suzzanna yang berperan
sebagai “Sundel Bolong”. Itu cukup mematahkan semangatku sebagai seorang
Mahasiswi.
Karena
ketahuan kedokku memperhatikan mereka sekitar 2 jam, aku mulai bertindak. Ku
bukakan jendela kamarku dan mulai mengetuk-ngetuk kaca jendela tersebut. aku
pikir itu cukup sebagai Alarm pemadam kebakaran. Maksudku bunyi Alarm rumah
kalau maling sedang menyelinap masuk. Dan sesaat kemudian, satu per satu dari
mereka bepergian tanpa harus ku sebut “huss..hus..”. Cukup prilaku lembut
menurutku menyikapi mereka dengan mengetuk-ngetuk jendela. Tapi sebenarnya aku
juga kasihan melihat anak kecil zaman sekarang. Masa kecilnya kurang bahagia.
Tempat pohon-pohon ranting yang seharusnya menjadi sarang bermain anak-anak
justru di tebang oleh masyarakat itu sendiri. Bahkan pemerintah sekalipun. Coba
seandainya Negara ini bercermin pada negera tetangga. “Malaysia”. Negaranya
yang damai dan tentram. Apalagi untuk penebangan pohon. Sangat di haramkan di
penduduk mereka. Itu merupakan suatu penghianatan di Negara mereka. Tidak
seperti masa kecilku dulu. Aku beruntung lahir di tahun jadul itu. tahun 1992.
Yah..masih kuno sekali, tetapi aku sangat puas menikmati masa kecil tersebut. masih
banyak pohon-pohon di halaman rumahku. Masih banyak pasir-pasir yang bisa ku
gunakan untuk membangun rumah-rumah miniatur. tapi aku juga heran. Ko’ sifat kekanak-kanakan
masih saja menghantui bhatinku. Itu mungkin karena keluguan di 16 tahun yang
lalu tidak rela meninggalkan aku sebagai jasadnya. Good bye masa kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar