FARADIBAH


Do You Know Me ???

Foto saya
padang, sumatera barat, Indonesia
BERBURUH BUKU, MENYANTAP SAJIAN BAB BUKU, MELAHAP ARTIKLE, MENCICIPI CERPEN DAN NOVEL, NGEBROWSING TIPS AND TRIK SOMETHING, itulah Ane, Sang Chef
AHLAN WA SAHLAN ^_^

Traffic

Jumat, 18 November 2011

Siger, culture, culturaL



Aku masih menyangkal bahwa aku sedang berhadapan dengan Lampung. Rasanya tak percaya bisa menikmati perjalanan yang tak ku duga ini. dengan secercah harapan ku persembahkan untuk mahasiswa yang akan menanti kami di kota seberang sana. Yah..meski aku tak tahu memasti tentang adat istiadat mereka, seni budaya mereka, atau bahkan oleh-oleh khas lampung atau karena aku yang “kuper” atau “tak tahu-menahu” tentang sejarah. Huft.. itulah yang sedang ku musnahkan dari sikap kecuekanku.

Bersama dua orang senior yang bersamaku, tiada lain mereka yang juga atasanku di pengurusan Bem MIPA.  Yupz!..gubernur MIPA dan sekretaris umumnya. Aku siapalah?? Hanya seorang sekretaris di bidang eksternal yang hanya memiliki nyali sebesar zahrah. Tapi aku memiliki mental kenapa dan apa tujuanku datang ke lampung. Mungkin alasan hanya untuk mengenal Lampung adalah nomor dua, sedang alasan pertama tidak lain hanyalah mencari pengalaman (?). *kenapa tak kau cari di tempat yang terdekat saja chef?/. itulah chefaku heran dengan tantangan bertingkat ini. hem, maksudku termasuk kategori biaya. Mungkin suatu musibah atau “terlanjur”. *udahlah chef, jalani aja derita loe/.

Berada di atas bis besar, yang aku pikir muatlah dipadati oleh satu kelas di jurusanku. Dengan bersandarkan seorang gadis cantik di bahuku, meratapinya dengan penuh sayang dan manja, beliau lah sekum yang bicarakan tadi. Wajahnya yang rupawan sehingga tak jarang setiap orang memandanginya penuh indah. Sesuai namanya, yang juga merupakan doa bagi dirinya sendiri, kak “Indah”. Aku lupa menanyakan nama lengkap beliau, padahal hubungan kedekatan kami cukup erat. Aku harus menghilangkan sifat cuekku ini yang dengan gampangnya melupakan nama seseorang. Padahal aku juga sangat membutuhkan nama untuk sebuah komunikasi, cerpen, atau bahkan novel yang sedang ku angklatkan ini dengan menulis berbagai hal , ku pikir mampu mengurangi penyakit amnesiaku.
Beliau yang sedang asyik tertidur nyenyak di bahuku, seakan merasakan keempukan, padahal ia tahu kalau yang disandarkannya itu merupakan segumpalan lemak yang berkolaborasi dengan karbohidrat serta di bubuhi secuil protein dan vitamin lainnya. Yah, itulah kmposisi tubuhku. Tapi aku malah kege’eran bila disebut ke-ibu-an. Ku harap option yang kedua itu cukup untuk memujiku.

Pohon-pohon itu meloncat kebelakang seiring dengan berjalannya bis ini. aku masih disini termenung, sesekali aku memandangi lukisan yang bergerak kebelakang layar kaca, sesekali membuka lembaran demi lembaran buku “MY STUPID BOSS”. Belum juga aku menyelesaikan untuk membacanya. Butuh setengah hari agar aku bisa menyelesaikan tugas membaca buku gokil Ala sang cerpenis gokil itu. sebab tidak satu atau dua orang yang rela mengantri demi sesuap geli yang mencolek rasa kesensitifan, tetapi belasan orang. Selepas dari kegiatan ini, aku harus bersiap-siap menghadapi sikap manusia yang sudah lumrah dan bahkan merupakan budaya tentang “tagihan” kepadaku, emmm, maksudku kepada kami. Yang menurutku adlaha selain oleh-oleh, juga buku ini.

Masih membaca, ku lihat jam di hapeku, sudah menunjukkan jam tujuh pagi. Sepanjang jalan hanya melewati propinsi dan kecamatan demi kecamatan. Semuanya sekilas saja ku hirup, Bagai sebuah terpaan angin. Saking penasaran yang melekat, ku coba melirik ke kananku, kaca transparan melukiskan pemandangan, pepohonan, rumah-rumah adat siap di lemparkan ke belakang layar kaca, berlalu melewati pandanganku. Semua itu tak hirau sebab –pula- pemandangan baru yang siap di tayangkan di layar kaca transparan itu. yah..sebuah lukisan penciptaan Sang Kholiq.

Menuju ke sebuah perkotaan, ku cermati tulisan demi tulisan yang terpampang di depan papan iklan. Dan tertulis kecil nama sebuah kecamatan Tugu Mulyo. Belum selesai aku melanjutkan isi papan tulisan tersebut, aku justru di alihkan ke sebuah kota yang di arungi berbagai ragam rumah adat mereka. Sedikit aku tersentak, tapi menimbulkan kekaguman yang “Wah” dalam geloraku. *kasmaran neng?/.

Rumah-rumah adat “itu” selalu saja ku temui sebuah lambang-lambang aneh semacam tugu kecil yang terpajang di depan halaman rumah, tepatnya di depan pagar yang kadang-kadang sebagian rumah tersebut juga melengkapinya dengan patung-patungan. Mirip kerajaan dinasti. Atau sama persis kayak di pilem-pilem kerajaan di propinsi jowo sana. Seperti Dipenegoro, Adipati, Raden-radenan, Yayang sundi, Kanjeng, Dayang-dayang -yang kalau ku uraikan satu persatu “lagi” maka mulutku akan latah selatahnya-.
Biar ku deskripsikan bentuknya *yes, kebiasaan baik/.

Ciri-ciri benda unik dan aneh itu adalah:
 Bentuknya hampir sama kayak mahkota. Bedanya sisi kelopaknya berbentuk runcing, ga tumpul. *iyaiya/.

 Jika mahkota sisi kelopaknya –kalo ga salah itung ada enam kali ye- , nah, kalo “ini” engga’, justru lebih. Tunggu sebentar *satu..dua..tiga..empat…bla..bla…/ AHAA!!! Ada Sembilan ternyata. *iya ternyata* tapi kenapa ga digenapin aja jadi “sepuluh” ???. kan mutlak tuh kalo genap, biar berpasang-pasangan masing-masing kelopaknya. *aduh chef, bilang aja suka ama yang genap-genap/

Daaannn…ketika sampainya di tempat tujuan, aku dan kedua seniorku di sambut hangat oleh tuan rumah di Universitas Lampung. Dengan polosnya, tanpa basa-basi dan segala macam cengkunek,  ku sampaikanLAH gulatan pertanyaan yang udah amburadur di memory pertanyaanku. Semuanya sudah ku list di secarik kertas kecil. *biargaklupa/.
Ku genggam sebuah bolpen di tangan kananku dengan erat, sedang di sebelah kiri merupakan buku catatan kecil yang siap untuk di coret-coret, sementara ku tonjolkan kacamata yang memiliki ketebalan 5 sentimeter bukan kubik yang ku pikir bisa menambah kefokusanku di dalam mewancarai.

Saya :Oke, sekarang jawab pertanyaanku??!!
I* : saya salah apa bu?
Saya : dimana kamu letakin harta karun peninggalan dinasti pada masa zaman majapahit itu?
I* : mana saya tau!
Saya : alaahh..gak usah bo’ong!
I* : beneran !
Saya : perlu saya buktikan!
I* : Apa?!
Saya : ini (sambil menunjukkan sebuah gambar yang ada di handphone saya)
I* : wkwkwk
Saya : kenapa anda tertawa? Apa ada yang lucu? Atau anda hanya ingin meremehkan pertanyaan saya?
I* : liat dulu gambar apa yang kamu tunjukin
Saya : (melirik ke layar hape saya)
Gubrak!!! Saya mengira gambar yang saya tampilkan itu adalah gambar sebuah mahkota raksasa –yang saya temui di pinggir jalan- , eh taunya gambar spongebob lagi pake baju Naruto. (?).

Tapi inti ceritanya bukan itu sih, (udah, lupakan dramanya) . Ternyata benda yang semenjak dari subuh di bus sampai siang hari benda unik dan aneh itu terpampang di jalanan adalah “Siger”. Owch,,siger toh….!!! *yah, gak ngemeng-ngemeng nduk/.
Siger itu merupakan salah satu ciri khas Lampung. Dia memiliki Sembilan kelopak yang artinya Sembilan suku. yang mana Sembilan suku tersebut merupakan komposisi dari Indonesia. Bhineka Tunggal Ika. Aku sangat menyanjung suku-budaya Indonesia, kerajinan tangannya, struktur bahasanya yang beragam, bahkan kekayaan Alamnya yang berlimpah ruah. Aku Bangga Menjadi Warga Indonesia Asli.

Namun, sedikit kekecewaan juga meluluh-lantahkan semangatku ketika bersinggah di Lampung, ialah ciri khas bahasa mereka yang mau atau hampir punah. Betapa sayangnya warga yang telah menduduki tanah kelahirannya namun tidak di budidayakan bahasa kelahirannya. *apakatadunia?/. dan ketika aku bertanya lagi “lantas, siapa sesungguhnya yang bisa menggunakan bahasa lampung ini?” . dengan sedikit kedukaan mereka menjawab “orang tua-tua yang sudah lanjut usia” . kedubrak!! Gimana mau melestarikan budaya lagi bangsa Indonesia, sedang generasi muda saja telah niat dan berniat atau bahkan tidak sengaja untuk melupuskan kultural bangsa Indonesia Raya ini. yang telah jatuh-bangunnya para pahlawan bangsa untuk menegakkan bendera Merah-Putih Kita. Namun ketika bangsa telah berada di tangan kita, lantas, mengapa kita remeh seakan acuh tak acuh akan bangsa???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar